Banyak teori mengatakan bahwa media adalahbpilar keempat demokrasi. Benar, bahwa media bisa menjadi kekuatan untuk membangun demokrasi, menata kehidupan masyarakat yang demokratis.
Tapi itu secara teoritik, karena secara riil media (menurut saya pribadi) belum bisa memainkan peran strategis itu. Yang kita saksikan, media bukan hanya (banyak) yang partisan, tetapi juga hanya sebatas menjadi JURU BICARA nara sumber, hanya menyampaikan apa yang disampaikan nara sumber.
Lebih parah lagi, media hanya senang dengan pro-kontra dari sebuah masalah saja. Coba lihat masalah yang sedang ramai didiskusikan masyarakat perihal pelarangan mahasiswi memakai cadar di UIN Jogja, yang ditampilkan hanyalah perang kelompok pro dan kontranya saja. Sangat sedikit (untuk tidak mengatakan tidak ada) media yang mau bersusah payah menggali substansi persoalan, semisal sejarah, syariat, dan budaya cadar di banyak belahan dunia.
Pada akhirnya, media hanya menjadi alat legitimasi (untuk dikutip dan dishare) kelompok pro kontra saja, belum beranjak menjadi informasi pembelajaran dan pendewasaan cara berpikir masyatakat berdasarkan informasi yang diperolehnya.
Tapi saya yakin, ke depan akan muncul banyak kesadaran dari para pemilik dan pengelola media, bahwa perannya sebagai kekuatan demokrasi akan dinomorsatukan. Bukan sekedar menginformasikan hal-hal penting dan bermanfaat, tetapi juga liputan mendalam dan komprehensif sebagai media pembelajaran.
TERKAIT
Haji dan Kesalehan Sosial
- Opini
- Rabu, 18 Maret 2020
Dari Kerja “Terbang Dobol” Menuju Kerja Prestasi
- Opini
- Selasa, 4 Agustus 2020
Ketika Manusia Berjumpa Tuhan: Spirit Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW
- Opini
- Selasa, 24 Maret 2020
Respon Isu Kekinian, Pusdiklat Kemenag Sesuaikan Bahan Ajar Pelatihan
- Berita
- Kamis, 31 Maret 2022
Catat Tanggalnya! Ini Waktu Pendaftaran Pelatihan Kurikulum Merdeka
- Berita
- Jumat, 27 Januari 2023
Copyright © 2024 PUSDIKLAT TENAGA TEKNIS PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN